Ethnomusikology Indonesia
Di Indonesia sendiri, kajian
etnomusikologi dilakukan lebih belakangan. Studi serius tentang musik
Indonesia baru dimulai menjelang pertengahan abad ke-20. Dipelopori
oleh para peneliti dari Belanda, Amerika, Kanada, Jerman
Australia, kemudian menyusul dari negara lain seperti Jepang, Perancis,
Inggris, dan sebagainya, kemudian peneliti Indonesia.
Beberapa nama
peneliti tersebut antara lain ; Jaap Kunst, Colin McPhee, Ernst Heins,
Mantle Hood, Philip Yampolsky, Dieter Mack, Margaret J, Kartomi, Wim
Van Janten, Fumiko Tamura, dan masih banyak lagi.
Sedangkan untuk ahli etnomusikologi
pribumi Indonesia, jumlahnya masih belum banyak. Dari jumlahnya yang
sedikit tersebut, tak lebih dari separuhnya yang benar-benar aktif dalam bidang etnomusikologi, selebihnya adalah ahli etnomusikologi sambilan.
Sebagian terbesar dari mereka adalah birokrat (pimpinan perguruan
tinggi, pembina kesenian), produser, seniman, guru, pengusaha, atau
berprofesi yang lain.
Dalam sejarahnya di Jawa Barat,
etnomusikologi telah lama diperkenalkan para ahli etnomusikologi.
Terutama yang pernah dilakukan seorang ahli etnomusikologi Jaap Kunst.
Istilah etnomusikologi sendiri pernah digulirkan Jaap Kunst yang
digunakan sebagai subtitel dalam bukunya yang berjudul Musicologia: a
Study of the Natural of Ethno-musicology, its Problems, Methods, anda
Representative Personalities (Amsterdam, 1950).
Selain itu, Jaap Kunst pun menulis buku
tentang musik Jawa secara lengkap dan melakukan banyak penelitian di
seluruh pelosok Indonesia. Kemudian Walter Spies orang Jerman, Collin
Mcphee dari Amerika, Wim Van Janten, dan Mantle Hood. Mereka banyak
meneliti dan menulis buku-buku tentang musik etnis Indonesia.
Di Jawa Barat sendiri, terdapat ahli
karawitan yang mencoba merumuskan pemikiran tentang karawitan Sunda ke
dalam bentuk buku. Hingga muncul buku Pangawikan Rineggaswara ( 1940)
dan Seni Raras (1969) yang diciptakan Raden Machyar Angga
Koesoemadinata, yang membahas tentang teori-teori karawitan Sunda,
terutama sistem laras yang dilengkapi dengan perbandingan frekuensi dan
interval pada masing-masing laras. Dalam teorinya, Machyar menciptakan
penamaan nada-nada yang terdapat pada laras karawitan Sunda dengan nada
Da, Mi, Na, Ti, La, yang banyak dipergunakan di lingkungan pendidikan
hingga saat ini.
Meski hingga saat ini teori yang
dilahirkan Machyar masih menjadi polemik diantara para seniman dan para
ahli etnomusikologi, namun telah menjadi bukti bahwa di Jawa Barat
terdapat ahli etnomusikologi yang dapat melahirkan karya-karya
penelitiannya.
Kontribusi dan Harapan
Dalam proses maupun tujuan pencapaian
hasil penelitiannya, etnomusikologi lebih sarat dengan prasaran
sosiologis, adat istiadat, agama, antropologi, dan sebagainya. Bahkan
juga aspek-aspek politik, ekonomi, dan lain-lain. Tidak jarang
etnomusikologi juga terlempar dari ilmunya sendiri yakni musikologi. Di
sisi lain, etnomusikologi juga sering terjebak pada
pendekatan-pendekatan yang kovensional dan normatif sifatnya. Ada
pendapat bahwa etnomusikologi hanyalah ilmu teoritis yang mencoba
menelaah etnosentrisme musik suatu kebudayaan masyarakat tertentu dalam
pengertian yang secara substansial sangat terbatas. Etnomusikologi
nampaknya seolah-olah ketinggalan satu langkah dari ilmu pengetahuan
lainnya. Begitu pula hasil-hasil penelitian ilmiahnya lebih sering
berkutat dan berhenti di perpustakaan atau arsip kampus, sebagai
terminal akhir. Tidak jarang timbul sinisme, bahwa etnomusikologi
berhenti ketika etnomusikolog telah mendapat gelar kesarjanaannya di
suatu jenjang pendidikannya.
Untuk penyelenggaraan pendidikan dan
kajian keilmuan diperlukan pengajar dan peneliti dengan kualifikasi
kesarjanaan, sedangkan untuk menghasilkan lulusan S-1, diperlukan
pengajar dengan jenjang pendidikan di atas S-1. Semuanya sulit
didapatkan di Indonesia. Tidak banyak perguruan tinggi yang secara
langsung mengelola pendidikan di bidang dan program etnomusikologi ini.
Di Indonesia seperti halnya Jawa Barat,
memiliki banyak ragam jenis musik etnisnya. Hal ini menjadi bahan yang
sangat kaya dan sekaligus menantang bagi dunia etnomusikologi. Sebagian
besar dari mereka masih hidup, dan masih menjadi bagian dari kehidupan
keseharian masyarakatnya. Tetapi tidak jarang pula eksistensi mereka
mulai terancam dengan perubahan dan perkembangan budaya akibat
globalisasi, modernisasi, teknologi informasi, dan mobilitas manusia
yang sangat luar biasa dalam waktu yang sangat cepat memacu perubahan
musik-musik etnis.
Dalam situasi seperti ini, kiranya
peranan etnomusikologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam
konteks sosial budayanya bisa membantu dalam memberikan laporan
seakurat-akuratnya tentang kehidupan suatu jenis musik. Seperti halnya
mengidentifikasikan masalah yang dihadapi musik dan masyarakatnya dan
diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahannya.
dikutif dari : http://blog.isi-dps.ac.id/blog/etnomusikologi-dan-kontribusinya
(posting oleh usman di 06:37 , http://budayamusik.blogspot.com/2010/05/etnomusikologi-dan-kontribusinya.html)
back to article list
back to article list