Seni Vocal Kandan
Suku Dayak Siang memiliki tradisi nyanyian yang dinamakan Kandan seperti halnya jenis nyanyian yang terdapat di beberapa etnis Dayak yang lain seperti misalnya pada suku Dayak Penihing di hulu sungai Mahakam dikenal dengan nama Onam, suku dayak Mualang di Sanggau menyebutnya Kana. Dalam bahasa Jawa Kekandan berarti saling bercerita suatu peristiwa atau saling memberitahu dan Kanda dalam bahasa jawa yang biasa diartikan menceritakan sebuah adegan atau menceritakan sebuah peristiwa misalnya dalam pertunjukan seni pewayangan dan tari klasik gaya Yogyakarta. Jenis nyanyian ini juga terdapat di kawasan Timur Tengah yang dikenal dengan nama Khandan yang berarti bernyanyi dengan gaya bercerita (Nettle 1982:20). Sedangkan Zoetmuldar memberikan arti Kanda adalah bagian, penggalan puisi dan cerita (Zoetmulder 1995:452). Tentang hubungan istilah-istilah diatas masih perlu penelitian yang lebih mendalam.
Berikut ini contoh lirik Kandan :
Barae hotambang pamungkang jalin tingang banyak hoto kujan pamorain karah bulo karoli anpano tingang serampuk lenteng tempuli pelong lingae nginaperala e e tesurut e e hamimano ninggyo itu hemako lonai ninggyo sie ngunting kunjui yoh umuk tingunan sempae nyolewaboro ketuketu nyiak bari tepatepa akanae lajung aken tempan nontopio panulingae panulawung nacoi panumu eleng tingang nolesih masimpak uang bulan nanti pela lenteng salounlang ngaju panu iling tingang
terjemahan bebasnya :
"Saya ingin mengucapkan terima kasih telah mengunjungi kami di desa ini. Kunjunganmu membuat kami seolah-olah melihat orang-orang mati yang dibangkitkan kembali.; Saya tidak bisa menyenakan Anda dengan makanan. Andalah yang telah melayani kita secara terbalik.; Anda telah kehilangan uang untuk itu, Anda menyentuh melihat kami yang sudah tua dan miskin, semua yang bisa kami lakukan hanyalah menyanyi"in english :
" I would like to thank you for visiting us in this village. Your visit made us as if we saw dead people who raised again ; I can not entertain you with a meal. you have serve us in reverse.; you have lost money for that, you are touching to see us who are old and poor, all we can do is sing"
Pada dasarnya Orang Siang percaya bahwa Kandan merupakan salah satu jenis nyanyian ritual yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi, baik dengan sesama manusia, beberapa jenis binatang maupun komunikasi terhadap roh yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka masih percaya bahwa pengandan atau penyanyi kandan yang baik adalah yang dapat membuat air mata kerbau yang akan disembelih sebagai korban menetes dan mendatangkan burung enggang sebagai salah satu binatang yang dikeramatkan.
Kandan bisa dikatakan sebagai seni sastra yang memiliki nilai estetika dan ritual yang sangat tinggi. Dikatakan demikian karena kandan tidak dapat dinyanyikan oleh sembarang orang, melainkan hanya orang-orang tertentu yang mengerti sastra kuno atau bahasa khusus yang mereka namakan dengan istilah bahasa Sangiang atau bahasa Dewa.
Kandan dikatakan memiliki nilai ritual sebab dalam menyanyikan kandan harus disertai dengan upacara sesaji sesuai dengan kemampuan masyarakat. Disamping itu kandan hanya bisa dinyanyikan pada saat-saat tertentu seperti misanya dalam acara gawai (pesta adat), pesta panen, penyambutan tamu, pemotongan hewan korban, dan dalam rangka memperbaiki hubungan keluarga (suami istri) yang sedang mengalami krisis perceraian.
Musikalitas Kandan
Kandan bisa dikatakan merupakan jenis nyanyian yang bersifat melodis seperti halnya tembang macapat yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Disamping itu nyanyian kandan tidak pernah diiringi alat musik apapun serta dinyanyikan secara solo. Pada saat tertentu kandan biasa dinyanyikan selama satu malam atau delapan jam, misalnya dalam acara pesta gawai atau pesta panen. Walau dinyanyikan secara solo atau perorangan namun terkadang partisipan memberikan respon untuk memberikan semangat. Gaya ini juga terdapat dalam nyanyian Mbarung dan Ngasana di desa Tumbang Keriok dan Tumbang Titi di hulu sungai Kahayan Kalimantan Tengah. Tangganada yang digunakan dalam lagu-lagu vocal khususnya nyanyian Kandan adalah berbeda dengan tangganada yang digunakan dalam instrumen Kanong atau Kangkanong (alat musik perkusi kalimantan, sejenis bonang di Jawa) yang berjumlah lima buah. Dalam alat musik Kanong digunakan tangganada pentatonic hemitonic seperti tangga nada pelog di jawa. Sedangkan tangganada yang biasa digunakan dalam musik vocal dinamakan anhemitonic pentatonic seperti yang terdapat dalam musik Asia Tenggara dan Asia Timur.
Catatan tambahan :
Kandan juga terdapat di suku Dayak Dusun Tengah daerah Barito Tengah Kalimantan Tengah, namun dengan sebutan yang berbeda yaitu Dedeo dan Ngaloak.
Kandan bisa dikatakan merupakan jenis nyanyian yang bersifat melodis seperti halnya tembang macapat yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Disamping itu nyanyian kandan tidak pernah diiringi alat musik apapun serta dinyanyikan secara solo. Pada saat tertentu kandan biasa dinyanyikan selama satu malam atau delapan jam, misalnya dalam acara pesta gawai atau pesta panen. Walau dinyanyikan secara solo atau perorangan namun terkadang partisipan memberikan respon untuk memberikan semangat. Gaya ini juga terdapat dalam nyanyian Mbarung dan Ngasana di desa Tumbang Keriok dan Tumbang Titi di hulu sungai Kahayan Kalimantan Tengah. Tangganada yang digunakan dalam lagu-lagu vocal khususnya nyanyian Kandan adalah berbeda dengan tangganada yang digunakan dalam instrumen Kanong atau Kangkanong (alat musik perkusi kalimantan, sejenis bonang di Jawa) yang berjumlah lima buah. Dalam alat musik Kanong digunakan tangganada pentatonic hemitonic seperti tangga nada pelog di jawa. Sedangkan tangganada yang biasa digunakan dalam musik vocal dinamakan anhemitonic pentatonic seperti yang terdapat dalam musik Asia Tenggara dan Asia Timur.
Catatan tambahan :
Kandan juga terdapat di suku Dayak Dusun Tengah daerah Barito Tengah Kalimantan Tengah, namun dengan sebutan yang berbeda yaitu Dedeo dan Ngaloak.